where you'll find everything is easy to catch..

Minggu, 30 Januari 2011

konstruktivisme ( steak daging ? sop tulang ? )

salah besar untuk pembaca yang mengartikan konstruktivisme itu sebagai nama makanan . Baiklah , jgn diulangi lagi ya :)  ( sendirinya gitu -____- " )

Oke, fokus blog kedua ini adalah mengenai strategi pembelajaran yang ada di sekitar kita. Sudah sewajarnya ada yang mengangkat tema ini karena menurut saya tema ini keren sekali dari namanyanya yang sulit itu . Eh bukan deng , maksud saya sepatutnya kita mempelajari strategi pendidikan yang baik dan benar untuk sedikit mampu mengangkat cara ajar bangsa ini ke permukaan .

Sebelumnya , konstruktivisme adalah strategi pembelajaran yang menekankan agar individu dapat secara aktif membangun dan menyusun sendiri pengetahuan yang ia  dapatkan . Hal ini bertujuan agar si anak didik dapat membangun pemahaman lebih baik dengan dasar yang kokoh dari awalnya. 

Dewasa ini , cara mendidik yang seperti ini bukan lagi menjadi hot news sebenarnya. karena banyak pihak sudah merasa benar dalam melakukannya . Dalam hal ini mau tidak mau beberapa pihak pendidik mungkin agak sedikit tertohok membaca blog ini . Saya mohon maaf atas kelancangan ini sebelumnya , namun sebagai mahasiswa saya hanya ingin memperlihatkan cara pandang saya tentang ini .

dalam pelaksanaannya , banyak pendidik yang masih saja memanjakan anak didiknya . Ibaratnya seperti seorang ibu yang menyuapi anaknya dengan makanan yang sudah ia buat selunak mungkin agar tinggal lagsung telan.  Mulai dari mengajarkan teori, membahas soal bersama , hingga ujian yang kadangpun levelnya diturunkan karena merasa iba dengan kemampuan para murid yang pada dasarnya mampu mengerjakan tingkat yang agak tinggi.

Dari mana hal hal ini berani saya ungkapkan? Lhaaa wong saya baru  8 bulan yang  lalu ikut UAN kok :) keliatan kan ya ? murid yang " ngangguk ngangguk adem ayem" yang datang jam 7 pagi dan menunggu sulangan demi sulangan ilmu dari gurunya tanpa ada usaha membangun pemahaman sendiri akan lebih manja dalam pembelajaran . Sehingga ya itu , lebih dari 40% teman teman saya dari seluruh daerah di Indonesia mesti ngulang setaun lagi . Kita jadi gak siap buat soal2 UAN yang pada dasarnya gampang , namun membutuhkan PEMAHAMAN YANG BAIK.

Seorang konstruktivis dalam hal ini guru dan orang tua bukan hanya dituntut mampu memberi informasi ke anak , namun juga harus menularkan energi positif sehingga anak mau mengeksplorasi ilmunya sendiri . Membuat peluang peluang dimana dapat merangsang rasa ingin tau dari anak muridnya . Hal ini tentu agak sedikit memutar otak pengajar tapi nanti hasilnya , pendidik dan anak didiknya akan lebih puas dalam mendapatkan suatu informasi.

Dapat kita lihat , para pendidik yang menerapkan konsep ini akan lebih energik di kelas . Kenapa ? bisa saja karena ia merasa puas melihat anak didiknya aktif , selain itu pendidik akan lebih tertantang untuk memecahkan berbagai persoalan yang dibahas oleh muridnya . Dimana sebelumnya , para murid sudah mencari tau tentang informasi itu dan ia bawa ke kelas.    Setelah itu , kelas akan ditutup dengan diskusi pleno (penyamaan prinsip) yang akan jauh lebih gampang disampaikan karena para murid sudah memiliki fondasi yang kuat tentang informasi yang disampaikan.

Tentu berbeda dengan kelas yang hanya dengan metode satu arah , murid akan bosan dan pada akhirnya keluarlah percakapan "terpuji" seperti : " eh eh , kamu tau gak dari tadi pak A ngmg apa sih di depan ? "
ooh , sopan sekali ! -_____-

Namun , pada akhirnya , saya menulis blog ini bukan untuk menuding satu pihak atau apapun itu . Bahkan para pakar psikologi pendidikan percaya entahkah secara konstruktif maupun tidak , kita tetap dapat menjadi guru yang efektif. Tidak semua orang setuju dengan paham konstruktivisme ini , dan thats okay . Toh ini negara demokrasi ( apa coba hubungannya ? ) . 

sekian saja dari annisa hazrina , kembali ke studio :)

wassalam 
anis